pangondian blog's

ora et labora

Minggu, 31 Oktober 2010

Timbunan Jalan Pendekat Jembatan (Oprit)

Timbunan jalan pendekat jembatan yaitu segmen yang menghubungkan konstruksi perkerasan dengan kepala jembatan. Adalah merupakan segmen sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi tertentu sesuai alinyemen horizontal, alinyemen vertikal dan besarnya kelandaian melintang berdasarkan gambar rencana. Timbunan jalan pedekat mulai dari ujung perkerasan jalan melalui transisi kelandaian sampai kepala jembatan sesuai ketentuan Geometrik untuk perencanaan jalan dan jalan pedekat jembatan.

Timbunan jalan pendekat sebagai pondasi dasar yang mendukung lapis pondasi bawah. Apabila lapis pondasi bawah tidak ada maka lapisan tanah dasar mendukung langsung timbunan, timbunan jalan pendekat mempunyai kekuatan dan keawetan tertentu.

Dalam penentuan tebal timbunan nilai CBR dapat dikorelasi terhadap daya dukung tanah (DDT). Tinggi timbunan harus dipertimbangkan terhadap adanya bahaya longsor, sebaiknya pada lahan mencukupi dibuat kelandaian lereng alami dan apabila tidak mencukupi harus dibuat konstruksi penahan tanah. Timbunan harus dipadatkan lapis demi lapis sesuai ketentuan kepadatan lapisan.

Timbunan jalan pendekat harus direncanakan sedemikian rupa sehingga mendukung terhadap kekuatan dan kestabilan konstruksi kepala jembatan. Khusus untuk timbunan jalan pendekat dengan timbunan tanah yang tinggi, konstruksi penahan tanah sangat diperlukan agar badan jan tidak longsor.

Pertimbangan perencanaan timbunan jalan pendekat terhadap alinyemen horizontal harus direncakan sesuai dengan keamanan lalu lintas dan perpanjangan jembatan terhadap sungainya. Pertimbangan jalan pendekat terhadap alinyemen vertikal tergantung pada muka air tinggi, muka air banjir dan kelandaian memanjang yang sebaiknya tidak melebihi 5%.

Permasalahan utama pada timbunan jalan pendekat yaitu sering terjadinya penurunan atau deformasi pada ujung pertemuan antara struktur perkerasan jalan terhadap ujung kepala jembatan. Hal ini disebabkan karena:

  • Pemadatan yang kurang sempurna pada saat pelakasanaan, akibat tebal pemadatan tidak mengikuti ketentuan pelaksanaan atau kadar air optimum tidak terpenuhi.
  • Karena air mengalir keluar, dimana terjadi kapilerisasi pada lapisan atau kelurusan air melalui saluran drainase sehingga ada perubahan tegangan efektif.
  • Pemadatan lapisan timbunan jalan pendekat yang berlebih, dimana terjadi perubahan kadar air yang mengakibatkan pengembangan lapisan tanah yang dapat mendesak permukaan perkerasan ke atas.

Dalam mekanika tanah telah diketahui tanah timbunan jalan pendekat atau tanah pondasi sebagai material isotropis mempunyai dua sufat fisik yaitu:

  • indeks fisik seperti kadar air (w), massa jenis , batas cair (LL), indeks plastis (PI), batas susut (SL) dan lain-lain.
  • sifat kohesif (c ), indekss kompresibilitas (Cc) dan permeabilitas (k).

Masalah keseimbangan atau stabilitas ditentukan oleh kondisi beban pada tanah dan struktur diatasnya. Sedang masalah deformasi memerlukan perhitungan yang cermat untuk mengetahui besar distribusi tegangan yang ditimbulkan oleh beban struktur terhdap tanah dan berapa besar daya dukung tanah daar yang dapat menhan struktur diatasnya atau bagaimana pengaruh tinggi timbunan terhadap penurunan, longsor dan deformasi kepala jembatan.

Selanjutnya masalah drainase sangat erat keterkaitannya dengan stabilitas maupun deformasi. Kejadian yang sering antara ujung perkerasan baik aspal beton maupun pelat lantai beton yang berdekatan dengan kepala jembatan adalah penurunan dan konsolidasi struktur akibat material pengganti atau oleh tanah dasarnya.

Untuk mengeliminir penurunan pada kepala jembatan adalah dengan menggali pada tanah kritis/labil umumnya di daerah rawa dan menggantinya dengan material pilihan sehingga material timbunan akan lebih cepat memadat. Penggunaan material ringan untuk mengurai berat timbunan sehingga penurunan dan stabilitas dapat ditekan.

Dan bagaimana merencanakan tinggi timbunan jalan pendekat? Dapat dipelajari lebih jauh di Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd T-11-2003 disini. (edit by:f2p. dikutip dari http://aryapersada.com)

Teknik Konstruksi Jalan Di Atas Tanah Ekspansif

Tanah ekspansif adalah tanah atau batuan yang kandungan lempungnya memiliki potensi kembang-susut akibat perubahan kadar air.
Tanah ekspansif memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis tanah pada umumnya yaitu:

Mineral Lempung
Mineral lempung yang menyebabkan perubahan volume umumnya mengandung montmorillonite atau vermiculite, sedangkan illite dan kaolinite dapat bersifat ekspansif bila ukuran partikelnya sangat halus.

Kimia Tanah
Meningkatnya konsentrasi kation dan bertambahnya tinggi valensi kation dapat menghambat pengembangan tanah.

Plastisitas
Tanah dengan indeks plastisitas dan batas cair yang tinggi mempunyai potensi untuk mengembang yang lebih besar.

Struktur Tanah
Tanah lempung yang berflokulasi cenderung bersifat lebih ekspansif dibandingkan denganyang terdispersi.

Berat Isi Kering
Tanah yang mempunyai berat isi kering yang tinggi menunjukkan jarak antar partikel yang kecil, hal ini berarti gaya tolak yang besar dan potensi pengembangan yang tinggi.

Penanganan konstruksi jalan diatas tanah ekspansif pada prinsipnya adalah menjaga agar perubahan kadar air tidak terlalu tinggi atau dengan mengubah sifat tanah lempung ekspansif menjadi tidak ekspansif. Dengan adanya perubahan kadar air yang tidak terlalu tinggi dan perubahan sifat ekspansif tanah pada periode musim hujan dan kemarau, maka tidak terjadi perubahan volume yang berarti.

Metode penanganan tanah ekspansif difokuskan ke dalam dua hal yaitu perencanaan konstruksi jalan baru dan perbaikan konstruksi jalan lama. Usaha penanganan yang paling penting adalah mengupayakan agar tanah lempung tidak menimbulkan kerusakan pada struktur perkerasan jalan. Oleh karena itu penanganan harus dilakukan dengan beberapa altenatif untuk mengetahui sifat tanah lempung yang akan dicegah atau diubah sifatnya.

Berikut beberapa alternatif metode-metode konstruksi di atas tanah ekspansif:

1. Penggantian Material
Metode penggantian material tanah ekspansif pada prinsipnya merupakan penguranagn seluruh atau sebagian tanah ekspansif sampai pada kedalaman tertentu, sehingga fluktuasi kadar air akan terjadi sekitar ketebalan tanah pengganti. Material tanah pengganti harus terdiri dari tanah yang non ekspansif agar tidak menimbulkan masalah kembang-susut tanah lagi dibawah konstruksi jalan.

Meksipun demikian masalah akan timbul apabila lapisan tanah yang berpotensi ekspansif sangat tebal, sehingga penggantian tanah seluruhnya menjadi tidak ekonomis. Untuk itu, penentuan kedalaman tanah yang akan diganti perlu dipertimbangkan terhadap besarnya kekuatan mengembang yang berlebih. Berat sendiri timbunan material pengganti harus cukup mampu menahan gaya angkat tanah ekspansif yang berada di bawah material pengganti, sehingga pengembangan atau penyusutan tidak lagi berpengaruh terhadap material di atasnya. Secara teoritis besarnya pengangkatan tanah dapat dihitung dari hasil uji laboratorium, tetapi pengangkatan tanah di lapangan umumnya kurang lebih sepertiga dari estimasi hasil uji laboratorium. Kedalaman tanah ekspansif yang akan diganti minimal setebal 1,0 meter.

2. Manajemen air
Desain drainase merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen air pada konstruksi jalan diatas tanah ekspansif. Baik buruknya kinerja perkerasan jalan tergantung kepada kondisi drainase permukaan maupun bawah permukaan. Salah satu faktor yang memicu perubahan volume tanah ekspansif sehingga dapat merusak lapis perkerasan adalah kurang berfungsinya drainase permukaan.Hal ini ditandai dengan terjadinya genangan air pada saluran samping, lunaknya tanah pada saluran dan tumbuhnya tanaman atau pepohonan akibat terendamnya lingkungan sekitar.

Drainase bawah permukaan berfungsi untuk mencegah aliran air bebas dan menurunkan muka air tanah. Aliran air yang menuju ke arah bawah badan jalan akan terhalangi oleh drainase tersebut, sehingga aliran air akan terputus dan mengalir melalui saluran drainase ke daerah pembunangan air. Dengan tidak masuknya air ke bawah badan jalan, maka pengaruh muka air tanah terhadap lapisan perkerasan akan berkurang, sehingga perubahan kadar air yang besar akan relatif terjaga.

3. Stabilisasi
Penggunaan metode stabilisasi tanah ekspansif bertujuan untuk menurunkan nilai indeks plastisitas dan potensi mengembang yaitu dengan mengurangi prosentase butiran halus atau kadar lempungnya antara lain:
- Stabilisasi dengan kapur
- Stabilisasi dengan semen
- Stabilisasi dengan membran
- Stabilisasi dengan pembebanan

Sumber:
Penanganan Tanah Ekspansif Untuk Konstruksi Jalan (unduh disini)
Pedoman Konstruksi dan Bangunan (Pd T-10-2005-B)
Departemen Pekerjaan Umum

dikutip dari http://aryapersada.com

Stabilisasi Dangkal Tanah Lunak Untuk Konstruksi Timbunan Jalan (Dengan Semen dan Cerucuk)

Stabilisasi tanah dengan menggunakan semen pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1935 dan sejak itu penggunaannya berkembang cukup pesat. Pondasi bangunan untuk rumah dan bangunan pabrik di Amerika dan Afrika Selatan hingga tahun 1949 yang didirikan diatas tanah dengan kondisinya kurang baik, banyak menggunakan cara-cara stabilisasi dangkal memakai semen.

Selama Perang Dunia, beberapa Negara menggunakan stabilisasi tanah dengan semen untuk konstruksi lapangan terbang. Pasca-Perang Dunia II penggunaan stabilisasi dangkal berkembang tidak terbatas untuk bangunan tempat tinggal atau bangunan pabrik akan tetapi juga di pakai untuk stabilisasi tanah dasar pada bangunan jalan-jalan lingkungan perumahan serta fondasi bawah (sub base) jalan raya. Untuk keperluan dinding saluran samping, kanal dan reservoir khususnya di lingkungan perkebunan di Amerika pada saat itu stabilisasi tanahnya menggunakan semen cair atau biasa disebut dengan stabilisasi semen plastis yang berupa mortar.

Adapun stabilisasi tanah dengan menggunakan tiang kayu telah dilakukan sejak dulu oleh masyarakat kita di pedalaman akan tetapi masih terbatas hanya untuk menopang bangunan rumah yang sederhana. Pada abad ke-19, pemanfaatan tiang kayu ataupun tiang dengan bahan material lainnya sebagai konstruksi cerucuk semakin berkembang tidak terbatas hanya untuk bangunan rumah sederhana saja, akan tetapi untuk bangunan lainnya seperti :
jembatan, bangunan, bendung dan lain-lain.

Dari segi kinerja, stabilisasi dangkal dapat mengurangi penurunan total dan perbedaan penurunan, deformasi lateral, serta meningkatkan stabilitas fondasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Tanah lunak di Indonesia bervariasi mulai dari tanah inorganik, organik sampai gambut, sehingga masing-masing tipe tanah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga efektifitas stabilisasi dangkal pun akan berbeda pula. Material pencampur yang digunakan untuk menstabilisasi lapisan permukaan akan berbeda pula untuk tiap jenis tanah. Stabilisasi dangkal, baik stabilisasi dengan menggunakan bahan semen atau kapur maupun menggunakan tiang cerucuk telah banyak diterapkan hampir di seluruh daerah di Indonesia seperti di Sumatra, Kalimantan dan Papua.

Penggunaan stabilisasi dangkal ini terutama untuk keperluan konstruksi jalan raya pada daerah yang miskin material agregat atau pada daerah tanah lunak. Stabilisasi tanah lunak dengan semen atau kapur dilakukan dalam peningkatan jalan-jalan pada daerah tanah lunak dengan kedalaman yang relatif tidak dalam, sedangkan stabilisasi pada tanah lunak dengan cerucuk untuk jalan yang melalui daerah berawa atau tanah lunak yang relatif agak dalam.

Dalam penerapan metode perbaikan tanah lunak dengan cara meningkatkan kekuatannya, teknik stabilisasi dangkal merupakan langkah pertama sebagai pendekatan yang layak dalam suatu proyek. Salah satu faktor yang sangat penting dalam penentuan ini adalah riwayat tegangan tanah, misalnya apabila tanah telah mengalami pra kompresi lebih dahulu sehingga tanah masih dalam kondisi/keadaan konsolidasi berlebih maka penggunaan stabilisasi dangkal kemungkinan tidak diperlukan.

Petunjuk mengenai prinsip-prinsip penggunaan stabilisasi dangkal dengan semen atau cerucuk dalam pembuatan konstruksi timbunan untuk jalan terdapat pada Pd T-11-2005-B. (dikutip dari http://aryapersada.com)

Selasa, 26 Oktober 2010

DAYA DUKUNG PONDASI DANGKAL

Program ini menggunakan satuan kN-meter dalam melakukan analisa daya dukung pondasi dangkal. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung daya dukung pondasi dangkal didasarkan atas teori yang dikembangkan oleh Meyerhoff. Termasuk klasifikasi pondasi dangkal adalah pondasi sumuran dengan panjang pondasi lebih kecil dari 4 kali diameter pondasi sumuran tersebut.

Keluaran dari program ini adalah daya dukung ultimate dan juga daya dukung ijin pondasi dangkal pada kedalaman yang diinginkan yang didasarkan atas angka keamanan yang diberikan.

http://www.ziddu.com/download/12246798/SHALW.exe.html

PERENCANAAN PONDASI TELAPAK

Program/software ini menggunakan satuan kN-meter dalam melakukan perencanaan pondasi telapak berbentuk persegi empat. Pondasi telapak disumsikan terbuat dari beton bertulang dengan ketebalan yang seragam. Program ini memungkinkan pengguna untuk memperhitungkan pengaruh eksentrisitas kolom pada pondasi telapak tersebut dengan gaya gaya reaksi pada kolom yang bekerja dalam 2 arah. Kekuatan geser dari pelat pondasi telapak dan kapasitas geser pons dari pelat pondasi juga turut dianalisis.

Keluaran dari program/software ini adalah tegangan yang terjadi pada tanah yang dihitung dengan cara elastis, kebutuhan penulangan pondasi telapak tersebut dalam 2 arah, serta pengecekan geser dan geser pons yang terjadi pada pelat pondasi telapak tersebut.

Software dapat didownload pada link dibawah ini. http://www.ziddu.com/download/12246511/pad.exe.html

PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH

Program/software ini menggunakan satuan kN-meter dalam melakukan analisa dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah diasumsikan terbuat dari pasangan batu dimana bentuk umum dari dinding tersebut diasumsikan tersusun atas 3 elemen utama.

Program/software ini dibuat khusus untuk tanah timbunan berupa tanah non-kohesif. Tekanan tanah ke dinding dihitung dengan menggunakan pendekatan dari Coulomb. Analisa dinding penahan tanah dengan program ini memungkinkan untuk memperhitungkan gaya-gaya tambahan akibat gempa.

Program/software ini tidak menyediakan fasilitas untuk memperhitungkan gaya angkat atau up-lift dari air. Sehingga untuk kasus dimana terdapat gaya up-lift, program ini tidak bisa digunakan.

Untuk tanah timbunan non kohesif, tekanan air tanah yang menuju dinding tidak ikut diperhitungkan dalam Program/software ini. Diasumsikan bahwa sistem drainase yang baik akan dibangun/disediakan untuk menjamin tidak ada tekanan hidrostatis tambahan ke dinding.

Perlu diperhatikan bahwa dinding penahan tanah pasangan batu hanya bisa digunakan untuk perbedaan ketinggian yang tidak terlalu besar. Program ini membatasi penggunaan dinding penahan tanah pasangan batu ini sampai beda ketinggian 5 m.

Keluaran dari program/software ini adalah dimensi dari pasangan batu yang memenuhi aspek keamanan dari segi daya dukung, keamanan terhadap geser dan guling.

Tanggung jawab terhadap pengunaan hasil keluaran program/software ini 100 % ada pada pengguna. Pengguna wajib melakukan pengecekan terhadap kesahihan hasil keluaran program/software ini. Karena program/software ini tidak mencakup semua aspek disain.

untuk lengkapnya dapat didownload pada link dibawah ini.

http://www.ziddu.com/download/12246302/turap.exe.html

Jumat, 01 Oktober 2010

20 PERSEN GARIS PANTAI RUSAK AKIBAT ABRASI

Kerusakan pantai di tanah air akibat abrasi setiap tahun menunjukkan peningkatan. Hasil survey 2007 dari 436,5 km di Bali telah mengalami abrasi sepanjang 91,070 km (20,8%). Kerusakan yang ditimbulkan oleh abrasi dapat mengancam keberadaan lahan produktif dan pariwisata serta menyebabkan bergesernya garis perbatasan dengan negara tetangga. Sementara alokasi dana penanganan tidak terlalu signifikan.

“Ini suatu kondisi yang sangat memperihatinkan. Ditambah lagi pengamanan pantai belum diatur dalam UU No.7/2004 tentang SDA,” tutur Dirjen Sumber Daya Air, Moch. Amron hari ini di Jakarta (30/9).

Menurut Amron, peristiwan perubahan iklim disertai kenaikan permukaan air laut dapat menimbulkan abrasi pantai. Di sisi lain panjang garis pantai, yang kita miliki terlalu panjang. Sementara anggaran yang tersedia masih terbatas. Menyikapi masalah itu maka dibuatlah skala prioritas dalam menangani 20% dari total panjang garis pantai akibat abrasi.

Adapun yang sudah dilakukan penanganan meliputi pantai barat Sumatera, Bengkulu, Pantai Selatan Jawa, Pantai Utara Jawa, Pantai Barat Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Mengacu pertimbangan itu maka ditetapkan 5 krIteria yang erat kaitannya dengan pertama keselamatan manusia, prasarana umum yang dekat dengan garis pantai. Kedua, kawasan pantai dengan curah hujan tinggi Ketiga, muara sungai dan saluran drainase langsung ke laut. Untuk dukung lalu lintas pelayaran dan pengendalian banjir. Keempat, pertahanan keamanan negara serta mendukung revitalisasi kawasan pantai.

Namun strategi yang paling mendesak ucap Moch. Amron adalah membangun infrastruktur pengaman pantai di daerah padat penduduk guna mencegah korban jiwa. Serta kerusakan areal pertanian, tambak, hutan mangrove dan perkebunan.

Amron mencontohkan, upaya yang telah dilakukan Kementerian PU antara lain di Pantai Bau-bau (Sultra), Pantai Punggur (Bengkulu), Pulau Nipah, Pantai Losari (Makassar) di kawasan wisata Sanur, Tanah Lot (Bali) dan Pantai Glagah serta Pantai Pura Tanah Lot, Bali.(www.pu.go.id)

PERPRES 54/2010 GENCAR DISOSIALISASIKAN DI KEMENTERIAN PU

Perpres No.54 ditandatangani Kepala Negara 6 Agustus lalu (2010) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pengganti Kepres 80/2003 terus disosialisasikan dilingkungan Pejabat, Balai, Satker dan PPK Kementerian Pekerjaan Umum.

“Perpres ini harus segera dipersiapkan penerapannya dengan harapan 2011 dapat diterapkan dalam pelaksanaan proses tender,” tegas Kepala Badan Pembinaan Konstruksi, Bambang Guritno hari ini (1/10) di Jakarta.

Sebelumnya Keppres lama (80/2003) sudah diterapkan hampir 7 tahun. Namun dalam pelaksanaannya masih ditemui banyak kendala akibat penafsiran yang berbeda. Padahal, maksud dari diaturnya pengadaan barang/jasa pemerintah agar hasilnya berkualitas dengan mengacu prinsip-prinsip pengadaan harus efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Banyaknya penyimpangan dan permasalahan hingga muncul tindak KKN sangat berpengaruh dengan kualitas konstruksi rendah. Ini dampak dari penunjukan pemaenang tender yang mengabaikan kemampuan.kapasitas peserta, ungkap Bambang.

Istilah persengkongkolan atau arisan dalam tender konstruksi, seringkali memicu banyaknya sanggahan-sanggahan. Lagi-lagi perbedaan interprestasi dalam memahami makna dari Keppres No. 80/2003. Pemerintah berharap diberlakukannya Perpres 54/2010 masalah sanggahan dapat diminimalisir.

Perpres ini sudah barang tentu lebih sederhana dalam mengatur proses pengadaan barang/jasa bagi pengguna maupun penyedia jasa. Good governance dan praktek KKN bisa dihilangkan seperti yang terjadi di banyak negara, bila prinsip good governance dijalankan.

Sebaliknya, Keppres No.80/2003 seringkali disalah artikan dengan melakukan pendekatan kepada pejabat penentu tender ketimbang memperbaiki manajemen dan efisiensi dalam menjalankan persaingan tender konstruksi.

‘Hanya tekad kuat, tekun dan sabar diharapkan dapat menjadi kunci utama dalam menegakkan Perpres No.54/2010 kelak,” tutur Kaba Pembinaan Konstruksi (www.pu.go.id)